I. Regulasi dan Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa
Dalam menjalankan fungsi pemerintahan, sudah pasti dibutuhkan logistic, peralatan dan jasa yang menunjang optimalnya kerja instansi tersebut. Kebutuhan ini dipenuhi oleh beberapa pihak, baik itu perusahaan milik pemerintah maupun swasta. Berbeda dengan pengadaan barang dan jasa di instansi dan perusahaan swasta, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan lebih rumit karena berhubungan dengan perhitungan APBN/APBD yang digunakan untuk membayar barang atau jasa tersebut. Terlebih lagi ada beberapa aturan yang mengatur proses pengadaan barang tersebut, Perpres 54 tahun 2010 sebagai perubahan tentang tatacara pengadaan barang dan jasa pemerintah dari Keputusan Presiden No 8 tahun 2003.
Dalam proses pengadaan barang dan jasa ini, ada beberapa istilah yang perlu diketahui agar tidak menimbulkan ambiguitas dan misinterpretasi. Beberapa diantaranya adalah:
Barang, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut benda, baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun barang jadi yang menjadi objek dari pengadaan barang pemerintah.
Jasa, terbagi menjadi Jasa Konsultasi, Jasa Pemborongan dan Jasa lainnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), merupakan pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksaan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah,yang diangkat oleh Pengguna Anggara/ Kuasa Pengguna Anggaran.
Penyedia barang jasa, merupakan perusahaan maupun badan usaha perseorangan yang menyediakan barang/jasa
Perubahan Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Sebagai penjelas dan pelengkap dari aturan yang berlaku sebelumnya, Perpres No 54 Tahun 2010 mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa sebagai barikut:
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi
Pelelangan Umum , metode pelelangan umum merupakan yang paling sering dilakukan untuk memilih penyedia barang/jasa yang akan mendapatkan proyek pengadaan pekerjaan konstruksi..
Pemilihan Langsung, metode untuk memilih penyedia jasa untuk proyek yang maksimal bernilai 200 juta.
Pengadaan Langsung, digunakan untuk proyek pengadaan jasa konstruksi yang termasuk kebutuhan operasional dan bernilai paling tinggi 100 juta.
Pelelangan Terbatas, dilakukan jika pekerjaan yang dibutuhkan dianggap kompleks dan penyedianya terbatas.
Penunjukkan Langsung, dilakukan untuk proyek konstruksi tertentu dengan persetujuan dari jajaran di instansi pemerintah terkait.
Pengadaan Barang/ Jasa Lainnya
1. Pelelangan Umum, palingumum dilakukan untuk dalam proyek
2. Pelelangan Sederhana, dilakukan jika proyek yang ada bernilai paling tinggi 200 juta dan tidak bersifat kompleks.
3. Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek yang ada berupa pengadaan barang/jasa operasional yang beresiko kecil, berteknologi sederhana dan bernilai maksimal 100 juta.
4. Penunjukkan Langsun
5. Kontes/ Sayembara.Kontes dilakukan dengan memperlombakan gagasan, kreativitas maupun inovasi tertentu yang telah ditentukan harga/biaya satuannya., sedangkan Sayembara dilakukan untuk kriteria yang belum ditentukan harga/nilai satuannya di pasaran. Biasanya kontes diaplikasikan untuk pengadaan barang, dan sayembara untuk pengadaan jasa.
Pengadaan Jasa Konsultasi
Seleksi Umum, merupakan metode paling utama untuk memilih penyedia jasa yang akan menangami penyedian jasa konsultasi pemerintah.
Seleksi Sederhana, dilakukan untuk pengadaan jasa konsultansi untuk proyek yang bernilai maksimal 200 juta.
Pengadaan Langsung, dilakukan jika proyek pengadaan jasa bernilai tidak lebih dari 50 juta
Penunjuk Langsung
Sayembara
Swakelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Selain memilih penyedia jasa dari luar, pengadaan barang dan jasa pemerintah juga bisa dilakukan secara mandiri oleh instansi tersebut. Hal ini memang telah dijelaskan di dalam peraturan yang berlaku. Berbeda dengan menggunakan penyedia barang/jasa diluar institusi, swakelola mengandalkan sumber daya yang ada didalam instansi tersebut untuk merencanakan, mengorganisasi, mengerjakan dan mengawasi secara mandiri proses pengadaan barang dan jasa. Sistem ini bisa dilakukan untuk pekerjaan dengan kriteria khusus seperti:
Pekerjaan yang besaran nilai, sifat, lokasi maupun besaran tidak diminati oleh penyedia jasa.
Pekerjaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan SDM internal institusi tersebut.
Pekerjaan yang pelaksanaan dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat atau SDM instansi tersebubut.
Penyelenggaraan diklat, penataran, lokakarya, seminar, kursus maupun penyuluhan
Pekerjaan yang tidak bisa dihitung secara rinci yang menempatkan penyedia jasa di dalam posisi yang kurang menguntungkan.
Pekerjaan yang berhubungan dengan proses data, pengujian laboratorium, perumusan kebijakan pemerintah serta system penelitian tertentu.
Proyek percontohan khusus yang belum pernah dilakukan oleh penyedia barang/jasa
Pekerjaan yang bersifat rahasia di lingkungan instansi tersebut.
Dari kriteria diatas, kita mengetahui bahwa swakelola pengadaan barang dan jasa pemerintah hanya bisa dilakukan pada keadaan tertentu. Meskipun telah diatur dengan aturan diatas, sering ditemui kesalahan interpretasi dan persepsi di dalam instalasi tersebut. Oleh karenanya, perlu dilakukan penjabaran yang spesifik sebelum memutuskan untuk menjalankan metode swakelola.
Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa
Saat kita membahas pengadaan barang dan jasa, panitia pengadaan dan penyedia barang/jasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Perlu diketahui bahwa panitia pengadaan hanya dibentuk untuk menangani proyek yang bernilai lebih dari 100 juta. Jika nilainya kurang dari jumlah tersebut, proses pengadaan barang/jasa akan ditangani ole pejabat pengadaan yang ditunjuk oleh instansi tersebut.
Anggota panitia harus memnuhi beberapa persyaratan termasuk penguasaan tentang prosedur pengadaan, substsansi pengadaan, jenis pekerjaan yang akan dilakukan, serta memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat pengangkat.
Sama halnya dengan panitia pengadaan, pengadaan barang dan jasa pemerintah juga diharuskan memenuhi kriteria tertentu yang ditentukan dalam peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ketidaklengakapan persyaratan ini dapat menjadi penyebab tidak diakuinya penyedia barang/jasa dalam lelang atau penunjukan oleh instansi terkait. Berikut ini beberapa criteria penyedia barang/jasa:
Memiliki keahlian,kemampuan manajerial dan teknis yang memadai, berpengalaman yang sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh instansi yang memberikan proyek pengadaan barang/jasa.
Memenuhi aturan menjalankan usaha seperti yang ditentukan oleh perundang-undangan menyangkut bentuk dan legalitas usaha.
Mempunyai kapasitas hukum untuk menandatangani kontrak untuk proyek yang akan dikerjakan.
Bebas dari keadaan pailit, pengawasan pengadilan maupun memiliki direksi yang tidak dalam proses hukum.
Memenuhi kewajiban sebagain wajib pajak pada tahun sebelumnya yang dibuktikan dengan pelampiran SPT dan SSP tahun terakhir.
Pernah menangani proyek pengadaan barang/jasa untuk institusi swasta maupun pemerintah dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Poin ini termasuk pengalaman subkontrak pengadaan barang/jasa.
Memiliki alamat tetap dan dapat dijangkau dengan pos
Tidak masuk daftar hitam penyedia barang/jasa
Selain kriteria yang telah disampaikan diatas, masih ada beberapa aturan tambahan mengenai pelaksaan pengadaan jasa konsultasi. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Korupsi
Setelah membaca ulasan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah diatas, kita mendapatkan gambaran besar tentang proses dan pelaku proyek pengadaan barang/jasa tersebut. Meskipun telah diatur dengan aturan hukum yang jeals dan mengikat, pada kenyataannya ada beberapa penyimpangan yang terjadi termasuk praktek KKN dan kesalahan persepsi dalam proses pengadaan barang/jasa. Berdasarkan data yang dihimpun KPK, sebagian besar kasus KKN yang dilaporkan mempunyai hubungan dengan proses pengadaan barang/jasa baik di instansi pemerintah maupun swasta.
Selain intensi pribadi, penyimpangan yang berupa korupsi, kolusi maupun nepotisme dapat disebabkan oleh system yang memberikan celah untuk beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan untuk dirinya sendiri. Meski seringkali kita mendengar kasus korupsi, yang ironisnya sudah terlanjur dicapkan kepada sebagian besar orang Indonesia, kasus korupsi dari proyek pengadaan barang/jasa tetap membuat keprihatinan sendiri.
Sampai pada titik ini, pejabat yang sedang memangku jabatan di instansi pemerintah maupun swasta perlu meluruskan niatnya dalam bekerja di instansi tersebut. Memang hal tersebut sangat klise dan terkesan tidak membuat perubahan, tetapi langkah apalagi yang bisa dilakukan ditengah degradasi moral yang merongrong bangsa ini. Jika memang ingin mengandalkan penegakan hukum yang lebih baik dan transparan, tentu keadaannya akan terasa semakin memprihatinkan mengingat kasus korupsi juga sedang merongrong institusi penegak hukum tersebut.
Tanpa bermaksud menggurui, sepatutnya institusi yang terkait dengan kasus pengadaan barang dan jasa pemerintah melakukan refleksi dan introspeksi untuk system yang lebih baik dan transparan demi kebaikan bersama. Jika tidak, maka lingkaran yang telah membelenggu selama ini tidak akan terputus dan kredibilitas instansi terkait pun akan semakin buruk.
Seiring dengan penerapan aturan yang baru dan peran KPK, diharapkan semua instansi dapat melakukan proses pengadaan barang dan jasa dengan baik. Tidak hanya secara struktural, tetapi secara fungsional. Dengan terpenuhinya kebutuhan dari instansi tersebut, maka kinerjanya juga akan semakin meningkat. Jika dirunut lagi, kinerja yang meningkat akan membuat tingkat kepercayaan masyarakat yang lebih tinggi dan terpenuhinya visi misi instansi tersebut. Memang bukan hal yang mudah untuk memutus rantai pelanggaran yang sudah terlalu mengakar, tetapi dengan dukungan dari berbagai pihak disertai kemauan yang kuat, niscaya proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang lebih baik bisa didapatkan.
Setelah menegtahui seluk beluk mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah beserta pihak-pihak yang terkait didalamnya, kita dapat mengambil nilai dan informasi yang dibutuhkan. Tidak hanya mengenai peraturan yang berubah dan problem terbesar dalam pengadaan barang dan jasa, kita pun dapat memahami kinerja dan proses dilakukan dalam pemenuhan kebutuhan instansi tersebut. Dengan tantangan dan dinamikanya sendiri, instansi dan penyedia jasa telah membangun sebuah hubungan yang tergantung satu sama lain dan membuat sebuah rangakaian yang menyambung mampu menghidupi orang di lingkaran tersebut. Terlepas dari pentingnya proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, sungguh akan lebih baik jika kedepannya proses yang dilakukan lebih efisien dan transparan agar tidak ada pihak yang dirugikan.
II. Sumber Informasi Tentang Penawaran atau Peluang Proyek TIK
Sumber informasi tentang Penawaran atau peluang proyek TIK dapat kita ambil dari sumber manapun, apalagi pada jaman sekarang mencari informasi sangat mudah dengan adanya social media seperti Facebook, Twitter, Berita Online, dan lainnya. Jika dari sumber social media kurang lengkap, maka kita dapat mensurvey atau mendatangi langsung narasumber tersebut Untuk pengadaan barang, kita dapat mensurvey atau mendatangi langsung pabrik barang itu dan mencari informasinya lebih lengkap.
III. Menyusun Kerangka Acuan Kerja/Term of Reference (KAK/TOR)
Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau yang sering disebut Term Of Reference (TOR) adalah dokumen perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/keterangan mengenai suatu kegiatan, baik pengadaan barang/jasa, pengadaan pembangunan konstruksi, pengadaan jasa konsultasi, maupun kegiatan lainnya. KAK merupakan gambaran umum dan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga.
Dalam penyusunannya, KAK paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
1. uraian pekerjaan yang akan dilaksanakan, meliputi: latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi pekerjaan, produk yang dihasilkan serta tenaga dan/atau tenaga ahli yang diperlukan;
2. waktu pelaksanaan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, dengan memperhatikan batas akhir efektif tahun anggaran;
3. spesifikasi teknis barang/jasa yang akan diadakan, dengan memperhatikan kebutuhan K/L/D/I dan tidak mengarah pada merek/produk tertentu, kecuali untuk pengadaan suku cadang serta memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dan penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI); serta
4. besarnya total perkiraan biaya pekerjaan termasuk kewajiban pajak yang harus dibebankan pada kegiatan tersebut.